Sangkadi, Penyakit Anak Pondok yang Jarang Ganti Sempak

Sangkadi, Gatal di Selangkangan

NDAGEL.COM, Samarinda
- Sangkadi merupakan penyakit kulit yang menyebabkan rasa gatal dan ruam kemerahan pada bagian area selangkangan dan lipatan tubuh.

Sangkadi sendiri merupakan penyakit kulit yang disebabkan oleh infeksi jamur kurap.

Penyebab penyakit sangkadi sendiri bermacam-macam, diantaranya adalah sering menggunakan pakaian dalam yang lembab dan juga kurangnya menjaga kebersihan pada areal selangkangan dan lipatan pada tubuh.

Sangkadi sering menyerang remaja di Pondok Pesantren

Bagi anak pondok pesantren terkhusus bagi santri putra, sangkadi bukanlah hal yang asing.

Dinamika kehidupan anak pondok yang dinamis membuat penyakit sangkadi sangat populer dari masa ke masa.

Pondok pesantren di Indonesia kebanyakan masih menggunakan kamar bersama yang diisi oleh banyak sekali santri dalam satu ruangan.

Sedangkan tidak semua anak yang berada di pondok pesantren tersebut memiliki kepedulian dan disiplin dalam menjaga kebersihan diri dan lingkungan.

Padatnya kegiatan di pondok pesantren dan buruknya menejemen waktu untuk menjaga kebersihan diri sendiri menjadi suatu sebab kuat penyakit sangkadi  dengan cepat menyebar ke seluruh anak-anak di pondok pesantren.

Santri Putra jarang mengganti celana dalam

Ada sebuah fakta sekaligus ironi, bahwa santri putra di pondok pesantren sering kali tidak mengganti celana dalamnya secara teratur.

Banyak sebab yang membuat santri putra jarang mengganti celana dalam, diantaranya adalah:

  1. Tidak membawa cukup stok celana dalam dan kebiasaan malas mencuci secara teratur.
  2. Celana dalam yang sering hilang saat di ember cucian, jemuran, hingga di lemari.
  3. Padatnya kegiatan pondok sehingga tidak sempat mencuci celana dalam.
  4. Celana dalam yang dipunya memiliki kualitas yang rendah, sehingga mudah rusak dan tidak ada waktu untuk membeli yang baru.
  5. Celana dalam terpakai teman se kamar.

Santri putra sering memakai celana dalam basah

Percaya tidak percaya, bahwa santri putra di pondok pesantren sering memakai celana dalam basah.

Kebiasaan menggunakan celana dalam basah ini sebenarnya sudah ada sejak lama dan terus dipertahankan sebagai tradisi turun temurun.

Bukan celana dalam yang benar-benar basah, namun sangat lembab atau setengah kering.

Biasanya santri yang kehabisan stok celana dalam kering akan mencoba mengeringkan celana dalam basahnya dengan berbagai cara unik.

Metode pengeringan celana dalam basah yang populer dan sampai saat ini masih dilakukan adalah dengan mengipasi celana dalam di depan kipas angin.

Metode mengipasi celana dalam basah di depan kipas angin ini sebenarnya cukup efektif, namun kelemahannya memerlukan waktu yang lama, yakni lebih dari 3 jam. 

Sehingga bagi santri yang baru sadar stok celana dalamnya habis dan cukup kepepet, biasanya mereka akan menyetrika celana dalam basahnya.

Metode menyetrika celana dalam ini cukup bisa membuat celana dalam basah menjadi kering, namun tidak kering benar, malah menjadi sangat lembab.

Celana dalam yang lembab akibat proses pengeringan yang salah membuat area selangkangan santri dengan mudah dapat terinfeksi penyakit sangkadi.

Sangkadi, semakin digaruk semakin jadi

Menurut beberapa pengakuan dari para penyitas sangkadi, bahwa nama sangkadi sendiri sangat relevan sebagai akronim dari Semakin Digaruk Semakin Jadi.

Karena sangkadi sendiri akan menjadi semakin parah ditandai dengan melebarnya ruam dan lecet jika bagian yang terkena sangkadi terus digaruk oleh penyitasnya.

Nafsu dan keinginan untuk menggaruk area selangkangan sendiri bukanlah sebuah kesengajaan, namun memang sebuah dorongan kuat dari alam bawah sadar akibat rasa gatal dan perih yang tak tertahankan.

Sangkadi sangat menular dengan sangat cepat

Iqbal (17), seorang penyitas sangkadi asal Samarinda menceritakan bahwa sangkadi menular sangat cepat dari seorang temannya yang bernama Eka.

Diceritakan bahwa hanya dalam waktu 2 minggu saja, dirinya dan teman-teman lainnya sudah tertular sangkadi hanya dari satu orang yang memiliki penyakit sangkadi bawaan dari luar pondok.

Dapat diobat dengan banyak cara

Sangkadi sendiri sebenarnya bukan penyakit berbahaya yang menyebabkan kematian.

Ada banyak cara dan obat untuk mengobati sangkadi.

Obat sangkadi sendiri banyak dijual di apotik, yaitu obat jamur kulit lainnya.

Namun, pengobatan sangkadi tidaklah cepat dan butuh usaha ekstra serta konsistensi yang tinggi.

Sangkadi yang diberi obat salep jamur seperti nosip atau kalpanak dapat sembuh dalam waktu 2 minggu hingga 1 bulan tergantung tingkat keparahannya.

Sembari dilakukan terapi obat, para penderitanya juga harus konsisten dalam menjaga kebersihan diri khususnya areal selangkangan dan lingkungan.

Disiplin mengganti celana dalam sesering mungkin dapat mempercepat penyembuhan penyakit sangkadi.

Sangkadi menimbulkan bekas hitam dan sulit dihilangkan

Walaupun sudah dinyatakan sembuh dan bebas dari sangkadi, ternyata tidak serta merta membuat bagian selangkangan kembali seperti sedia kala.

Penyakit sangkadi yang sampai menimbulkan ruam ketika sembuh akan meninggalkan bekas hitam yang cukup sulit dan lama untuk dihilangkan.

Yoga (28) menceritakan bahwa sejak terakhir kali sembuh dari sangkadi sekitar 8 tahun lalu, areal selangkangan miliknya masih terdapat bekas dari penyakit sangkadi tersebut.

Prihal apakah bekas sangkadi itu mengganggu atau tidak, Yoga mengaku tidak begitu mengganggu, karena toh bekas sangkadi tersebut tidak kelihatan dan cukup tersembunyi disekitar areal sensitifnya.

Sangkadi tidak hanya ada di Pondok Pesantren

Tidak hanya populer di pondok pesantren, sangkadi ternyata juga banyak dijumpai di sekolah berasrama, kost-kostan, mess pekerja, hingga rumah pribadi.

Intinya penyebaran sangkadi bukan berdasarkan tempat dan lokasi, namun berdasarkan kondisi lingkungan dan orang yang tinggal di tempat itu.

Jika anda malas mengganti celana dalam, malas mandi, membiarkan area selangkangan anda selalu lembab, ditambah berinteraksi dengan orang yang terjangkit sangkadi, anda tinggal di rumah pribadi pun anda punya resiko untuk terkena sangkadi.

Orang tua yang memiliki anak laki-laki harus lebih peduli dengan kesehatan kulit anaknya

Penyakit sangkadi memang banyak menginfeksi remaja laki-laki.

Karena memang remaja laki-laki cenderung lebih tidak peduli terhadap kebersihan diri dan lingkungan dibanding remaja perempuan.

Jika di rumah, mungkin orang tua khususnya Ibu akan selalu mencucikan pakaian anak laki-lakinya tanpa diminta, namun ketika sang anak harus tinggal di luar rumah maka sang Ibu tidak bisa lagi terlalu jauh mengurusi pakaian kotor anaknya.

Di sinilah diperlukan perhatian lebih dari orang tua. Orang tua harus membiasakan anak-anaknya hidup bersih sebelum anak-anaknya dilepas keluar dari rumah.

Selalu mengingatkan kepada anaknya untuk menjaga kebersihan tubuh dan lingkungan tidaklah sebuah kesalahan, malah sebaliknya hal itu adalah sebuah keharusan dan kebaikan bagi anak dan orang lain disekitar anaknya.